Wednesday, April 27, 2011

Hati yang Beramal

Tuhan menciptakan manusia untuk memiliki hati yang beramal atau hati yang memberi. Hati yang terdorong untuk berbuat atau berbagi sesuatu kepada sesama. Kehidupan dalam berbagai dimensi di dunia ini adalah kehidupan amaliyah. Matahari mengamalkan sinarnya, burung mengamalkan kicaunya, pohon mengamalkan oksigennya, dan manusia seharusnya mengamalkan senyumnya serta kebaikannya.

Sudah saatnya kita mensetting pekerjaan kita supaya lebih berkarakter amaliyah. Bagaimana keguruan menjadi keguruan yang amaliyah, dosen yang amaliyah, pengacara yang amaliyah, marketing yang amaliyah dan sebagainya. Apapun pekerjaan dan profesi kita menjadi amaliyah.
Bekerja adalah rahmat, hidup adalah anugrah, dan bisnis adalah amaliyah. Berbicara tentang amaliyah, maka kita sedang melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita, dalam ekonomi kita.
Orang yang beriman kalkulasinya tidak semata-mata untung rugi seperti kaidah bisnis. Ini adalah ekonomi Tuhan, dimana kebaikan menyentuh berbagai sisi dalam kehidupan kita. Dengan demikian hidup akan menjadi melimpah dengan berkah. Karunia Tuhan bisa datang dari berbagai arah, dan memenuhi kehidupan kita.
Untuk memiliki hati yang beramal/hati yang amaliyah, perlu dorongan murni dari jiwa kita untuk melihat dan peduli kepada sekitar, lalu kita tergerak. Dengan hati yang seperti itu, maka kita akan menjadi hidup, dan kehidupan kita menjadi lebih bahagia dan penuh sukacita. Memberi lebih bahagia daripada menerima. Itu adalah sukacita yang sejati.
Hidup akan kita nikmati sebagai sebuah kebahagiaan ketika kita berbuat sesuatu atau mengalami sesutu. Pengalaman puncak terletak dalam giving out: beramal, berbuat, bersedekah. Kalau kita menyadari itu kita akan menjadi lebih sadar sedemikian rupa bahwa totalitas kehidupan kita adalah beramal: mengamalkan fikiran, tenaga, ilmu, hati, uang (rezeki), dan sebagainya.
Kita bisa menata hati kita agar bisa menjadi hati yang beramal. Bukalah hati kita kepada cahaya Tuhan, kepada dorongan dalam jiwa untuk berbuat. Ini bisa  kita mulai pada level keluarga, dengan saling memberi perhatian, dukungan, dan sebagainya. Kalau itu kita perluas dalam dimensi kehidupan, maka totalitas  kehidupan kita menjadi hidup yang amaliyah. Dengan demikian kita memposisikan diri  untuk dilimpahi berkah oleh Tuhan.

sumber : Radio Smart FM

0 comments:

Post a Comment